Facebook sudah menjadi trend setter di semua
kalangan dari tukang ojek sampai akademisi, dari perorangan sampai organisasi.
Apalagi di saat-saat seperti ini, menjelang pemilihan caleg, media sosial ini
tidak luput dari incaran para caleg tersebut karena dinilai jejaring
sosial ini merupakan salah satu media yang cukup efektif untuk menyuarakan
aspirasi mereka. Bahkan menurut salah satu survey, Indonesia menduduki urutan
ketiga pengguna facebook ini.
Sebetulnya semua itu sah-sah saja dan tidak menjadi masalah, asalkan semuanya
masih dalam jalur yang benar. Artinya tidak disalah gunakan untuk hal-hal yang
merugikan pihak lain, tindak kriminal misalnya. Karena banyak dijumpai
kasus-kasus penipuan maupun penculikan yang berawal dari media facebook ini.
Bahkan di kalangan remaja media ini tidak hanya digunakan sebagai ajang untuk
menjalin hubungan sosial dengan teman-temannya, tetapi juga sebagai media untuk
meluapkan kejengkelan atau ketidakpuasan terhadap pihak-pihak tertentu. Bahkan
yang lebih parah menyebabkan terjadinya "perang facebook", dan
ujung-ujungnya terjadi tawuran. Dan yang lebih memprihatinkan facebook
ini digunakan oleh para pelajar untuk meluapkan kejengkelannya pada guru-guru
mereka. Hanya karena masalah sepele, ditegur oleh guru, mereka langsung update
status menuliskan hal-hal yang tidak pantas dilakukan oleh seorang pelajar.
Parahnya lagi mereka menyebutkan "nama". Padahal jelas bahwa hal itu
dapat dianggap sebagai pencemaran nama baik yang dapat dimeja hijaukan. Inilah
yang kadang tidak disadari oleh mereka. Dan kasus seperti ini sudah pernah
terjadi sehingga sekolah terpaksa mengambil tindakan mengeluarkan anak tersebut
dari sekolah. Kalau sudah terjadi seperi itu barulah masyarakat angkat bicara
tentam HAM lah, perlindungan anak, dsbnya. Kalau sudah seperti ini siapa yang
patut unutk disalahkan? guru, orang tua, media sosial?. tapi itulah fenomena
yang sekarang ini sudah dianggap biasa. Melalui facebook mereka bisa berkomentar apa saja, bisa menilai orang lain,
menghujat orang lain tanpa melihat bahwa orang tersebut juga mempunyai hak yang
sama. Bahwa kebebasan kita dibatasi oleh hak-hak orang lain juga.
Jadi ingat kisah yang pernah saya baca tentang "Jendela Kaca dan Cucian
Tetangga".
Dalam
kisah itu diceritakan sepasang suami istri yang setiap hari membicarakan
tentang cucian tetangga. Sang istri selalu mengomentari cucian tetangganya yang
terlihat kurang bersih di matanya dan menganggap sang tetangga tidak becus
bekerja. Sampai pada suatu pagi sang istri terheran-heran melihat cucian
tetangga yang tampak lebih bersih dibandingkan hari-hari sebelumnya. Sang suami
pun berkata bahwa pagi itu dia bangun dan membersihkan jendela kaca rumah
mereka. Ternyata bukan cucian tetangga yang kurang bersih, tetapi jendela rumah
mereka yang kurang bersih. Sang istri pun menjadi malu karena telah memberikan
penilaian yang salah terhadap tetangga mereka.
Dari kisah ini ada pelajaran berharga yang dapat kita petik. Sebelum kita
menilai cucian tetangga, pastikan jendela rumah kita sudah bersih, dengan kata
lain sebelum kita menilai orang lain pastikan kita sendiri lebih baik dari
mereka. Kalau tidak yang ada hanyalah fitnah.
Facebook adalah salah satu produk kemajuan teknologi yang kita harapkan
banyak memberikan manfaat bagi kita semua bukannya untuk menyebarkan fitnah dan
membuka aib orang lain. Semoga tulisan ini dapat menjadi bahan renungan bagi
kita semua para pengguna facebook atau jejaring sosial lainnya.